Mengenal apa itu Thalassemia, Ciri Ciri dan Cara Pencegahannya
Mengenal apa itu Thalassemia, Ciri Ciri dan Cara Pencegahannya. Thalassemia merupakan penyakit dengan kelainan genetik yang mengakibatkan kelainan pada sel darah merah.
Thalassemia adalah penyakit genetik terbanyak di dunia, menurut WHO Thalassemia merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia.
Thalassemia diperingati pada tanggal 18 Mei setiap tahunnya, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang Thalassemia dan bagaimana cara mencegahnya.
Thalassemia merupakan bahasa Yunani, dan asal katanya dari Thalassemia yang mempunyai makna Laut, Thalassemia pertama kali ditemukan di Laut Tengah yang pada akhirnya meluas ke wilayah Mediterania, Asia Tengah, Afrika, India, Burma, China sampai ke Indonesia.
Ditemukan bahwasanya penyakit Thalassemia dengan prevalensi gen Thalassemia di negara-negara tropis.
Sekitar 3% dari penduduk dunia memiliki gen Thalassemia, 40% nya ada di Asia, dan wilayah Asia Tenggara ada 55 juta orang pembawa gen Thalassemia.
Salah satu dari wilayah Asia Tenggara adalah Indonesia yang merupakan wilayah dengan penduduk pembawa gen Thalassemia hingga 3-10%. Artinya ialah tiga hingga sepuluh dari seratus penduduk di Indonesia merupakan pembawa gen Thalassemia.
Di Indonesia saat ini ada 7238 pasien pendertia Thalassemia dengan kebutuhan rutin transfusi dan merupakan Thalassemia mayor.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah terbanyak penderita Thalassemia, yaitu mencapai 42% dari seluruh penduduk yang ada di Indonesia. Kelainan bawaan yang terjadi pada Thalassemia, yaitu tidak terbentuk/berkurangnya salah satu rantai globin baik itu α maupun β yang merupakan komponen penyusun utama dari molekul hemoglobin normal.
Maka dapat diklasifikasikan Thalassemia sebagai Thalassemia α dan Thalassemia β. Namun, secara klinis Thalassemia dibagi menjadi:
- 01.Thalassemia mayor, dimana penderita Thalassemia memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
- 02.Thalassemia intermedia, jika pasien memerlukan transfusi namun tidak rutin
- 03.Thalassemia minor, jika tanpa gejala dan secara kasat mata tampak normal.
Penyakit Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, dimana jika ada dua orang pembawa sifat yang menikah, maka mungkin berpeluang memiliki 25% anak yang sehat, 25% anak penderita Thalassemia mayir dan 50% anak pembawa sifat.
Peluang tersebut dapat terjadi pada setiap kehamilan, jadi mungkin saja dalam satu keluarga ditemukan lebih dari satu orang anak atau semua anak sebagai penderita Thalassemia mayor. Atau juga semua anak tampak sehat, dikarenakan tidak memberikan gejala, namun belum tentu sehat karena mereka tetap juga berpeluang sebagai pembawa sifat.
Gejala yang dapat dilihat pada pasien penderita Thalassemia terkhusus Thalassemia Mayor adalah bentuk wajah khas, tampak pucat, kondisi kuning pada kulit dan mata, adanya gangguan pertumbuhan dan perut tampak besar karena pembesaran limpa.
Organ limpa yang besar disebabkan kompensasi dari anemia yang telah berlangsung, dimana limpa sebagai organ yang bekerja keras membantu kerja tulang dalam membentuk sel darah merah.
Ciri khas dari Thalassemia Walikota, yakni bentuk wajah yang khas berupa facies coole, batang hidung tampak masuk ke dalam, tulang pipi menonjol disebabkan sumsum tulang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan Hb.
Pasien anak yang mengidap Thalassemia akan tumbuh lebih lambat, mencapai pubertas dibandingkan dengan anak normal lainnya.
Pemeriksaan laboratorium, yakni pemeriksaan darah berupa Hemoglobin, gambaran darah tepi, retikulosit, MCH, MCV, serta elektroforesis HB.
Keadaan anemia yang harus menjalani transfusi darah rutin dengan jangka panjang seumur hidup, tidak hanya mempengaruhi fungsi fisik. Namun, juga fungsi psikososial, emosional dan masalah di sekolah.
Semua ini terdampak kepada kualitas hidup mereka. Misalkan dalam hal pendidikan, anak penderita Thalassemia lebih rendah, jika dibandingkan dengan anak yang sehat.
Anak jarang masuk ke sekolah, disebabkan menjalani perawatan untuk transfusi darah, turunnya prestasi belajar karena sering tidak hadir, keluahan pada fisik dan turunnya minat belajar.
Untuk sampai saat ini, penyakit Thalassemia belum dapat disembuhkan. Transfusi darah diberikan saat kadar HB sudah rendah dan rata-rata seorang anak penderita Thalassemia mayor, butuh transfusi darah setiap bulan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Penting untuk diketahui, jangan menunggu waktu transfusi hingga kadar HB yang terlalu rendah.
Kadar HB antara 9-10 g/dl merupakan nilai yang baik untuk dilaksanakannya transfusi darah, untuk memperbaiki kualitas hidup mereka dan memperlambat munculnya komplikasi.
Tindakan transfusi perlu memperhatikan kualitas darah yang akan diberikan, yakni baiknya darah yang digunakan merupakan darah yang rendah leukositnya dan darah ini sudah tersedia di Unit Transfusi Darah PMI.
Transfusi darah yang dilakukan terus menerus akan mengakibatkan penumpukan zat besi di dalam tubuh. Oleh sebab itu, untuk mengeluarkan besi dari tubuh, diberikan agen kelasi besi, berupa obat yang diminum, yaitu Deferiprone dan Deferasirox.
Tujuan utama dari pemberian terapi kelasi besi, yakni untuk mencapai kadar besi tubuh yang aman.
Pemberian terapi kelasi besi yang memadai dan patuhnya pasien sangat menentukan keberhasilan dari terapi.
Semakin cepat Thalssemia diagnosis, dan juga semakin cepat anak mendapatkan transfusi darah yang memadai. Maka, harapan juga kualitas hidup akan semakin membaik.
Dikarenakan Thalassemia adalah penyakit genetik yang akan diderita seumur hidup oleh pasien atau penderita, maka konsekuensinya akan diderita oleh pasien dengan jangka waktu yang panjang, dan Thalassemia dapat turun dari generasi ke generasi selanjutnya, maka perlu usaha untuk melakukan pencegahan.
Untuk perawatan Thalassemia membutuhkan biaya yang mahal, untuk transfusi darah dan obat kelasi besi penderita Thalssemia membutuhkan 200-300 juta rupiah peranak pertahun, belum lagi biaya pengobatan jika terjadi suatu komplikasi.
Biaya pengobatan jauh lebih mahal, jika dibandingkan dengan biaya skrining untuk pencegahan.
Upaya pencegahan untuk penyakit Thalassemia adalah skrining pembawa sifat dan diagnosis prenatal.
Dengan skrining akan lebih menguntungkan, jika dibandingkan dengan mengobati penderita yang terus bertambah.
Skrining dilakukan oleh pasangan usia subur, selanjutnya dilakukan diagnosis prenatal.
Skrining di usia subur ialah mencegah pernikahan antar penderita Thalassemia minor/pembawa sifat Thalassemia.
Hal itu dapat diketahui dengan tes darah melalui skrining, hal ini dilakukan dengan alasan besarnya angka penderita Thalassemia mayor, dengan ketersediaan sumber daya, alat dan adanya kontrol.
Namun, sebelum dilaksanakan skrining, perlu dilakukan edukasi terlebih dahulu kepada masyarakat.
Perlu dilakukan edukasi, karena dikhawatirkan program skrining ini malah bisa menimbulkan keresahan di dalam masyarakat, seperti stigma negatif terhadap pembawa sifat atau pasien, yang nantinya bisa berlanjut menjadi diskrimiasi dalam hal pekerjaan yang akan berimplikasi pada psikososial.
Biaya untuk melakukan Skrining Thalassemia yaitu sebesar 300 sampai 450 ribu rupiah perorang, namun jumlah ini lebih murah, jika dibangdingkan dengan biaya pengobatan penderita Thalassemia.
Target dari program skrining, yaitu dari anggota keluarga pasien Thalassemia mayor, calon pasangan pengantin yang akan menikah, pasangan yang akan memiliki anak, ibu hami dan pasangannya.
Untuk populasi terakhir dibutuhkan pengukuran yang matang, serta diskusi dengan tokoh ahli agama, jika nantinya diagnosis prenatal memberikan informasi bahwa janin membawa sifat Thalassemi/menderita kelainan berat.
Jadi, diharapakan sekali program skrining ini dapat dilaksanakan oleh pemerintah, dan dijadikan sebagai program rutin, dan gratis tentunya, ditujukan kepada pasangan usia subur.
Sehingga dapat mencegah pernikahan antar dua pihak pembawa sifat Thalassemia, dengan mencegah pernikahan antar dua pihak pembawa sifat Thalassemia, maka akan mengurangi jumlah penderita Thalassemia.
Posting Komentar untuk "Mengenal apa itu Thalassemia, Ciri Ciri dan Cara Pencegahannya"